MUSLIMAH
UNTUK USTADZKU
Di sebuah desa kecil di pinggiran Kota
Blitar ada sebuah keluarga kecil yang hidup sederhana. Rumahnya berada di dekat
area persawahan, jalanan di depan rumahnya juga masih belum diaspal. Nuansa
pedesaan masih sangat kental. Rumah yang berukuran 12x7 m2 itu
dihuni oleh seorang ayah, seorang ibu dan 2 orang anaknya. Anaknya yang pertama
bernama Aya, dia saat ini duduk di bangku SMA sedangkan anaknya yang kedua
bernama Doni yang saat ini masih kelas 3 SD. Usia Aya dan Doni terpaut 9 tahun,
alhasil keduanya sering sekali bertengkar padahal masalah yang mereka
pertengkarkan sepele sekali,mulai dari rebutan remote tv, makanan, game dan lain-lain. Meskipun Aya adalah kakaknya,
tapi tak jarang Aya lebih kekanak-kanakan dari pada Doni. Maklum, sebenarnya
Aya tidak mau mempunyai adik. Dia ingin menjadi anak tunggal, karena dia merasa
kalau jadi anak tunggal semua keinginannya pasti akan dipenuhi oleh orang
tuanya. Tetapi, mimpi Aya sirna setelah kehadiran Doni dalam keluarganya.
Semula Aya menolak Doni menjadi adiknya, padahal Doni adalah adik kandungnya.
Namun, seiring berjalannya waktu Aya pun perlahan mulai menerimanya.
“Allahuakbar Allahuakbar…” suara adzan
subuh memanggil
“Huah…ngantuk” ucap Aya sambil berusaha
bangun dari tempat tidurnya
“Bangun Aya, bangun… jangan tergoda sama
bisikan setan subuh”batin Aya
Kemudian Aya beranjak dari tempat tidur
dan bergegas menuju kamar mandi mengambil air wudlu.
“Bu, Aya mau ke masjid dulu”izin Aya
pada ibunya yang sedang memasak di dapur
“Iya Aya, hati-hati”jawab ibu
“Iya bu, Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam warahmatulloh”
Aya berjalan menuju masjid untuk
menunaikan shalat subuh. Kebetulan rumah Aya dekat dengan masjid, sehingga Aya
berusaha menanamkan pada dirinya untuk ikut meramaikan masjid dengan shalat
berjamaah. Disepanjang jalan menuju masjid, Aya banyak berdoa dan berzikir pada
Allah, maklum jalan menuju masjid sangat gelap alias minim penerangan. Ayapun
jadi ketakutan, tak jarang Aya sampai berlari-lari untuk cepat sampai ke masjid.
Sampai-sampai tetangga sekitar hafal dengan langkah kaki Aya, karena seringnya
dia berlari-lari diwaktu subuh.
“Aduh, kok gelap banget”keluh Aya
“Ya Allah, kenapa aku jadi takut pada
makhluk Mu yang bernama setan, ampuni aku ya Rabb” Pinta Aya dalam hati
Selesai berjamaah subuh, Aya
menyempatkan untuk membaca kalam Tuhan. Sekitar pukul 05.30 WIB, Aya bergegas
mandi dan siap-siap ke sekolah. Seperti hari-hari biasanya, Aya menunggu angkot
di depan gang rumahnya. Dia berdiri dipinggir jalan sambil sesekali melihat layar
hp yang ada ditangan kanannya. Sesekali ia melihat kearah barat, mencari sosok
angkot yang sudah dinanti nantinya sedari tadi.
“Kemana ya angkot-angkot yang biasanya
lewat, jam segini kok belum ada yang nongol-nongol, huft “ ucap Aya sedikit
kesal
Tak lama kemudian angkot yang dia
tunggu-tunggu sudah datang. Aya masuk
kedalam angkot tanpa pikir panjang walaupun kondisi didalam angkot sangat sesak.
Aya tak dapat tempat duduk dan berdiri didekat kernet angkot.
“Wah sesak banget ya ni angkot”ucap Aya
dalam hati sambil melihat penumapang lain dikiri kanannya. Kebanyakan
penumpangnya adalah siswa SMP dan SMA. Maklum namanya juga hari senin, pasti
angkot-angkot dimonopoli oleh anak sekolahan.
Sekitar 15 menit perjalanan akhirnya Aya
sampai di SMAN 1 SRENGAT, sekolah yang dicintainya sedari SMP dulu. Dengan
langkah sigap Aya langsung menuruni angkot. Tak lupa dia menyerahkan selembar
uang seribuan kepada kernet angkot yang tadi berdiri disampingnya.
“Kring……..kring………”suara bel berbunyi ke
seantero sekolah. Ratusan siswa dan siswi bertebaran ke lapangan belakang dan
bersiap-siap melaksanakan upacara bendera.
“Ay……………………………..”suara Deby keras dari
selasar kelas 12 IPA 1
“Aya……ng…..ayang…………..”timpal Windi yang
ada didepan kelas 12 IPA 2
“Iya brot ada apa?”jawab Aya pelan
sambil mendekat kearah Deby
“Udah ngerjain PR kimia belom Ay? Aku
gak bisa nih, masih bingung yang tentang reaksi redoks, ajarin dong” pinta Deby
manja sambil memegang tangan Aya.
“Oh jadi kamu selingkuh Ay sama dia, OK
Ay kita putus”sela Windy merajuk
“Udah-udah orang gila kok diladenin,
ntar gila semuanya…hehehehe”balas Aya menengahi.
-----
“Krik krik ….”suara jangkrik sedang
berpesta ria. Dari kejauhan tampak seorang pemuda yang mengayuh sepeda tua menuju
ke sebuah madrasah. Sepeda itu terus melaju ditengah dinginnya malam. Melintasi
sunyinya area persawahan, menembus gelapnya malam. Pemuda itu seakan tak peduli
dengan kegaduhan para jangkrik yang sedang berpesta pora. Tujuannya hanya satu,
segera sampai ke ladang dakwah sebelum adzan isya’ berkumandang. Ia tak sabar
bertemu santri-santi kecil yang menunggunya untuk belajar Al Quran. Ketika
melewati sebuah rumah gubuk tua, tiba-tiba pemuda itu berhenti menganyuh pedal
sepedanya. Dia turun dari sepeda dan menyandarkan sepeadanya ke pagar kayu yang
sudah lapuk dimakan rayap.Dari dalam rumah terdengar suara anak kecil yang
sedang mengaji.
“Fabiayyi ala irabikuma
tukadziban…………………”suara anak itu pelan.
“Subhanallah, indah sekali suaranya ya
rabb”ucap pemuda itu lirih sambil mendekatkan telinganya kedekat jendela rumah
yang terbuat dari bambu. Seketika tubuhnya gemetar, kakinya terasa lemas,
keringat dingin mulai bercucuran membasahi tubuhnya. Dia teringat dengan kisah
hidupnya dan sikapnya yang kadang tak bersyukur atas nikmat Allah. Ingin sekali
ia menangis tapi air matanya seakan membeku. Tiba-tiba pandangannya kabur,
semuanya jadi gelap dimatanya dan dia jatuh pingsan.
“Bruk……………………………….”
“Abi, suara apa itu?”ucap anak kecil
dari dalam rumah
“Suaranya dari luar bi”ucap seorang
wanita berkerudung biru muda yang keluar dari kamar
“Umi dan Adit disini saja, Abi liat dulu
keluar”ucap lelaki itu sambil berjalan kearah pintu
Lelaki itu keluar dari dalam rumah. Dia
berjalan ke sekitar rumahnya, mencari sumber bunyi yang membuat putranya tidak
konsentrasi mengaji. Tak ada hal aneh yang dia temukan. Tiba-tiba ketika dia
berjalan ke sisi kanan rumahnya, dia melihat sebuah sepeda tua yang disandarkan
ke pagar. Tanpa pikir panjang, dia pun langsung berjalan ke tempat sepeda itu
berada.
“Sepeda siapa ya?perasaan sepeda saya
ada di dalam rumah”ucap lelaki itu sambil mengamati sepeda yang ada didepannya
“Abi……………………..”teriak Adit dari arah
belakang
Lelaki itu bergegas meninggalkan sepeda
yang ada dihadapannya dan berlari kearah anaknya.
“Adit? Ya Allah lindungi anak dan
istriku”batin lelaki itu sambil berlari menuju rumahnya
“Abi….”ucap Adit ketika melihat ayahnya
datang
“Ada apa Adit?
“Ada orang pingsan di deket jendela bi”ucap
Adit takut
“Jangan takut nak ,umi dimana?”sambil
memeluk Adit
“Umi sedang melipat baju di dalam bi,
tadi umi sudah melarang Adit keluar, tapi karena penasaran akhirnya Adit
diam-diam keluar tanpa sepengetahuan umi, maafin Adit bi”ucap Adit menyesal
“Ya sudah, Adit masuk ke dalam rumah,
biar abi yang liat”
“Baik bi”balas Adit sambil berjalan
masuk kedalam rumah
Lelaki itu menuju tempat yang
dimaksudkan oleh Adit. Didapatinya seorang pemuda yang jatuh tersungkur diatas
tanah.
“Astagfirullah.., siapa pemuda ini?”ucap
lelaki itu sambil meraba jantung pemuda itu memastikan dia masih hidup
“Alhamdulillah, dia masih hidup, lebih
baik aku bawa ke dalam rumah sekarang”
Dia menggedong pemuda yang pingsan tadi
dan membawanya masuk kedalam rumah.
“Abi, siapa dia ?”Tanya sang istri
“Abi juga gak tau mi, lebih baik umi
ambilkan air hangat sekarang”
“Baik bi”
Sekitar 10 menit kemudian, pemuda itu sadar,
dia tampak bingung melihat orang yang ada di sampingnya. Sesekali matanya
melihat kepenjuru ruangan, memastikan bahwa ia berada ditempat baru yang belum
pernah dikunjunginya.
“Bapak siapa ? Saya dimana ini?”
“Alhamdlillah adek sudah siuman, saya
Pak Ahmad, adek ada di rumah saya “
“Kakak tadi pingsan di depan rumah kami,
trus sama abi di bawa masuk ke rumah”timpal Adit
“Astaghfirullah, saya ingat , tadi
tiba-tiba tubuh saya lemas sekali, pandangan mata saya jadi kabur, setelah itu
saya tidak ingat lagi”
“Ini minum dulu tehnya, selagi masih
hangat”
“Terima kasih pak”
Pemuda itu meminum teh yang diberikan
oleh pak Ahmad. Mereka berempat akhirnya terlibat perbincangan yang seru,
terlebih setelah pemuda itu menceritakan kisah hidupnya.
“Jadi kak Rasyid muridnya Kyai
Abdullah…. Kakak udah lama nyantri disana?”
“Iya, Alhamdullillah
sudah 19 tahun, sejak berumur 5 bulan saya sudah dititipkan oleh orang tua saya
kepada Kyai Abdullah”
“Orang tua kamu dimana sekarang?”balas
pak Ahmad
“Ibu saya tinggal di Blitar bersama
bapak tiri saya”
“Bapak kamu dimana?”timpal Bu Ahmad
“Di Arab Saudi pak”
“Kerja disana ya?”
“Tidak pak, bapak saya asli orang Arab,
beliau punya usaha disana”
“Pantesan kakak mirip orang Arab”timpal
Adit heran
“Bi, udah jam 11 malam ni”ucap umi
“Astaghfirullah, keasyikan ngobrol ini,
ya sudah dek Rasyid istirahat di sini saja, adek tidur di kamar Adit , nanti
biar dianter Adit”
“Terima kasih pak”
“Iya, sama-sama. Sesama muslim kan
bersaudara, iya kan dek ?”balas Pak Ahmad sambil tersenyum
“Adit, anterin kak Rasyid ke kamar”
“Iya umi”
-----
Pagi-pagi Aya sudah sibuk dikamar.
Beberapa kali terdengar nada sms dari hpnya, sesekali ia melirik layar hp, melihat
dari mana asal sms itu dikirim. Tapi ia tetap sibuk dengan sesuatu yang ada di
tangannya, hingga ada 30 pesan yang menunggu untuk dibaca. Dengan sedikit
kesal, ia mengambil hp yang ada di sampingnya.
“Siapa sih yang pagi-pagi uda sms, gak
tau orang lagi sibuk”gumamnya kesal
Dari
Indah
Ay,
kamu ikut acara pesantren kilat ke Jombang gak?katanya wajib buat anak kelas 3,
itu acara terakhir di SMA sebelum kita lulus.
Jam
04:12 WIB
“Ternyata sms dari Indah semua, gimana
ni?”batin Aya bingung
Setelah membaca sms dari Indah, kini Aya
tampak kebingungan. Ia tak tahu harus bersikap bagaimana, sebenarnya ia tak mau
ikut acara itu, sebab acara itu bertepatan dengan moment Ramadhan dan Aya ingin
menghabiskan Ramadhan bersama keluarganya di rumah. Disisi lain, acara itu
adalah acara terakhir bersama kawan-kawannya yang sebentar lagi akan berpisah
karena kuliah. Dengan penuh pertimbangan akhirnya Aya pun mengambil keputusan.
Dia mengambil hp yang ada di atas meja dan mengirim pesan kepada Indah.
Untuk
Indah
Aku
jadi ikut ke Jombang In, kita berapa hari dipesantrennya?sebelum lebaran udah
pulang kan?
Jam
07:09
Selesai mengirim pesan pada Indah Aya
pun langsung menuju ke dapur. Seperti biasa di hari minggu Aya ingin membantu
ibunya memasak. Hitung-hitung buat belajar memasak sebelum menikah. Itu yang
selalu ada dipikiran Aya yaitu tentang pernikahan.Sehabis membantu ibu, Aya
kembali kekamar untuk melihat sms balasan dari Indah.
Dari
Indah
Syukur
deh Ay, acaranya dari tanggal 21-25 Ramadhan kok. Oh iya Ay,panitianya dari
anak-anak kelas 3 juga, jadi tidak ada keterlibatan dari pihak sekolah. Tiap
orang iuran 60 ribu Ay buat biaya makan dan infaq ke pesantren. Jangan lupa
kasih tau ortu ya.^^
Jam
08:32
Dengan wajah bahagia, Aya bergegas
menemui Ibunya untuk meminta izin. Pada awalnya ibu Aya tak mengizinkan, tapi
Aya terus memohon dengan wajah melasnya hingga akhirnya hati ibunya luluh.
“Alhamdulillah, ibu udah mengizinkan,
sekarang tinggal minta izin bapak”batin Aya
Tiba-tiba dari belakang ada seorang anak
kecil yang menghampiri Aya. Diam-diam dia menempelkan secarik kertas ke
punggung Aya.
“Kakak mau ke pesantren ya? ”
“iya dek, oh iya bapak dimana?”
“Bapak lagi di teras kak”
Tanpa pikir panjang, Aya menghampiri
bapak dan meninggalkan adiknya sendirian di ruang keluarga.
“Pak, Ay minta izin buat ikut pesantren
ramadhan di Jombang, acaranya 5 hari. Boleh gak?”
“Boleh-boleh saja Ay, asal kamu jaga
diri. Ingat ya, tujuan untuk beribadah dan menimba ilmu”
“Sip pak, Aya akan ingat pesan bapak”
Aya pun memeluk sang bapak. Sempat
menetes air mata Aya, ia begitu terharu dan bangga memiliki seorang ayah
seperti bapaknya. Seorang bapak yang selalu menasehati dengan bahasa lembut,
tak pernah marah dan selalu bekerja keras untuk menghidupi keluarganya. Suatu
hari Aya berharap memiliki seorang suami seperti bapaknya.
“Ay sayang bapak”
“Bapak juga sayang Ay, Ay ini kok ada
kertas nempel di punggung kamu”balas bapaknya sambil mengambil kertas yang
menempel di punggung Aya
“Kertas apaan pak”timpal Aya sambil
mengambil kertas yang ada di tangan bapaknya
“Saya
orang gila, pasti ini kerjaan Doni, awas ya”
Aya berlari kedalam rumah mencari Doni
sambil berteriak memanggil namanya. Sementara itu, sang bapak tetap duduk di
teras sambil tertawa kecil melihat perilaku kedua anaknya.
-----
Ramadhan telah datang. Semua orang sibuk
beribadah dan memperbanyak amal. Hari-hari yang dinantikannya telah
tiba.Sekitar pukul 06.38 WIB bus berangkat dari sekolah menuju ke Pondok
Pesantren Darul Qur’an di Jombang.Sepanjang perjalanan Aya dan kawan-kawannya
tampak bahagia. Canda dan tawa menghiasi perjalanan panjang mereka. Rasa lapar
dan dahaga karena berpuasa terlupakan oleh alunan nasyid. Sekitar pukul 09.00
WIB rombongan sampai ke tempat tujuan. Mereka di sambut oleh pimpinan pondok,
ratusan santri/santriwati, dan beberapa ustadz/ustadzah dengan hangat. Selesai
acara penyambutan, mereka memulai kegiatan ala santri/santriwati. Rangkaian
kegiatan harian dari shalat jamaah, mengaji, diskusi, tadarrus Al Qur’an dan
lain-lain dilakukan dengan penuh semangat. Kebetulan antara pondok putra dan
pondok putri dipisahkan oleh masjid dan aula utama sehingga interaksi mereka
pun terbatas. Usai shalat shalat tarawih, diadakan pengajian bersama di masjid
utama. Pengisi materinya bukanlah Pak Kyai pengasuh pondok pesantren, melainkan
seorang ustadz muda yang dulunya menjadi santri di pondok pesantren tersebut.
Ustadz muda itu menyampaikan materi tentang indahnya lailatul qadar dengan
penuh semangat. Lantunan ayat-ayat Al Quran yang keluar dari mulutnya terasa
nikmat sekali, pesan dari materi yang dia sampaikan mudah dipahami dan masuk ke
hati para santri/santriwati termasuk Aya dan kawan-kawannya. Seketika Aya jatuh
hati pada ustadz muda itu. Rasa kagum akan sosoknya yang agamis, sopan, dan
berwawasan membuat Aya semakin yakin bahwa sang ustadz adalah sosok yang
diimpikannya untuk menjadi imam dalam hidupnya. Keesokannya Aya memberanikan
diri untuk mengirimkan surat kepada ustadz muda itu lewat perantara kawannya
yang bernama Zaki. Dengan penuh harap Aya menunggu surat balasan dari sang
ustadz. Pada malam harinya, selesai buka bersama di masjid. Aya menemui Zaki
untuk menanyakan kejelasan surat balasan dari ustadz Rasyid. Tiba-tiba ketika
mereka sedang berbincang-bincang muncul sosok pemuda yang menghampiri.
“Assalamualaikum”
“Waalaikumussalam warahmatulloh”balas
Aya dan Zaki serempak
Aya pun kaget bukan kepalang begitu
melihat ustadz yang dikaguminya tiba-tiba datang tanpa dikomando. Selama
beberapa detik Aya terdiam melihat indahnya sosok ustadz Rasyid yang kini ada
dihadapannya.
“Astagfirullahaladhim”ucap Aya lirih
sambil memalingkan pandangannya dari ustadz Rasyid
“Aya nanti usai shalat tarawih tolong
temui bapak di ruang pak kyai”pinta ustadz
“Baik pak, insya Allah”
“Baiklah kalau begitu, bapak pamit dahulu,
assalamualaikum”
“Waalaikumsalam warohmatulloh”
Ustadz Rasyid pergi meninggalkan mereka.
Dalam kebingungan Aya pun melangkah pergi meninggalkan Zaki. Zaki sendiri jadi
bingung dengan kelakuan kawannya yang jadi semakin aneh setelah bertemu dengan
ustadz Rasyid.
-----
Magrib dan Isya’ pun telah berlalu.
Shalat tarawih pun telah selesai didirikan, kini para santri/santriwati
termasuk kawan-kawan Aya sibuk bertadarrus. Aya sendiri sibuk memikirkan tentang
alasan ustadz Rasyid mengajaknya bertemu. 1001 alasan ada di otaknya, hingga ia
binggung mana dari 1001 alasan itu yang benar. Dengan langkah gundah Aya
berjalan sendiri menuju ruangan pak kyai. Dari kejauhan tampak sosok ustadz
Rasyid yang berjalan dari arah masjid menuju ke tempat yang sama. Seperti malam-malam
sebelumnya ustadz Rasyid tetap mengisi acara pengajian ba’da tarawih. Begitu
memasuki ruangan pak kyai hati Aya pun semakin berdebar-debar. Denyut
jantungnya seakan mau berhenti begitu melihat sekelompok orang yang ada di
ruangan tersebut. Ia tak mau berprasangka yang tidak-tidak pada Allah, berbekal
keyakinan pada Allah ia pun mengucapkan salam. Semua orang yang ada didalam segera
membalas salamnya. Ternyata di ruangan itu tidak hanya ada pak kyai, tapi juga
istri pak kyai, dan 2 orang ustadz. Aya duduk di kursi dekat pintu sebelah
istri pak kyai. Tak beberapa lama kemudian ustadz Rasyid datang.
“Alhamdulillah semuanya telah berkumpul,
baiklah kita mulai saja, ayo nak Rasyid”ucap pak kyai membuka pembicaraan
Aya pun jadi bertambah bingung, terbersit
angan di pikirannya bahwa ia akan dilamar oleh ustadz Rasyid yang begitu
didambakannya. Hatinya pun jadi berbunga-bunga. Tapi sekali lagi ia tak mau
berandai-andai terlalu jauh.
“Begini Aya, disini saya hanya ingin
meluruskan semuanya. Seminggu sebelum kedatangan kamu dan kawan-kawan dari
Blitar saya dipanggil pak kyai untuk menghadap. Beliau mengatakan pada saya
kalau ibu saya baru saja menelpon pak kyai dan memberitahu bahwa adik tiri saya
dan kawan-kawannya akan nyantri
disini selama 5 hari. Saya kaget awalnya, kenapa adik tiri saya bisa nyantri disini. Namun, pak kyai tak
memberitahu nama adik saya itu. Semenjak kecil saya sudah dititipkan ibu kepada
pak kyai. Sampai sekarang saya belum pernah melihat wajah ibu secara langsung,
apalagi wajah bapak saya. Bapak saya adalah orang Arab Saudi. Mereka menikah
ketika ibu saya bekerja jadi TKI disana. Namun setelah saya lahir, ibu memilih
bercerai karena tidak kuat dengan perlakuan bapak yang kasar. Ibu kenal dengan
pak kyai lewat perantara kawannya yang dulu pernah nyantri disini. Akhirnya, dengan harapan saya tumbuh menjadi anak
yang punya pondasi keimanan yang kuat, ibu menitipkan saya pada pak kyai. Ksemarin
setelah saya mendapatkan surat dari kamu, hati saya jadi semakin gundah. Jujur,
semenjak melihat kamu dalam acara penyambutan kemarin , saya sudah tertarik
dengan kamu. Pribadi kamu yang lugu, natural dan apa adanya membuat saya
semakin yakin dengan perasaan ini. Awalnya saya ragu untuk bercerita pada pak
kyai, tapi begitu kamu mengirimi saya surat saya langsung menemui pak kyai dan
menanyakan tentang apa yang harus saya perbuat. Setelah menceritakan semuanya
pada pak kyai, akhirnya pak kyai mengambil keputusan untuk meminta saya segera
menikah dengan gadis lain. Saya bingung, setelah saya tanyakan alasannya pada
beliau, hati saya pun semakin tersayat. Sebab, gadis yang saya cintai saat ini
adalah adik tiri saya sendiri. Begitulah yang ingin saya sampaikan pada kamu
Ay”
Dengan wajah berlinang air mata, Aya pun
berlari keluar dari ruangan tersebut. Hatinya hancur berkeping-keping. Ingin
rasanya ia berteriak, tapi mulutnya seolah terkunci rapat. Ia pun jadi teringat
bahwa dulu ibunya sempat melarangnya untuk nyantri
disini. Sekarang ia tahu alasannya dan semua telah terungkap. Ia bingung,
kenapa keluarganya tak pernah bercerita tentang masalah ini. Aya berlari menuju
masjid yang saat itu masih ramai dengan para santri yang asyik mengaji. Ia
bergegas mengambil air wudlu dan membaca Al Quran sambil mata berlinang air
mata. Tiba-tiba istri pak kyai menghampiri dan memeluk Aya.
“Sabar nak, kamu pasti kuat. Besok pagi
pak kyai akan menikahkan kakakmu dengan salah seorang santriwati disini bernama
Husna dan kedua orang tuamu akan datang kesini sekalian menjemput kamu untuk
pulang. Ini hasil keputusan kami, kakakmu dan orang tuamu juga telah
menyetujuinya. Insya Allah kamu akan mendapatkan jodoh yang lebih baik dan lebih
sholeh. Urusan jodoh ada ditangan Allah.Sabar ya nak”
Tangis Aya semakin menjadi-jadi, kini
tak hanya matanya yang menangis tapi hatinya pun ikut menangis. Hanya Allahlah
yang kini menjadi alasannya untuk tetap tegar menghadapi semua cobaan.
----selesai----
BIODATA PENULIS
Nama saya Ria Tri Wahyuni. Saya
lahir di Blitar Jawa Timur, 1 November 1994. Saat ini saya sedang menempuh
pendidikan S1 Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan di
Institut Teknologi Bandung. Saya anak pertama dari dua bersaudara. Ayah saya
bekerja sebagai PNS sedangkan ibu adalah seorang ibu rumah tangga. Hobi saya
membaca dan menulis buku-buku islami, sebab saya bercita-cita untuk menjadi
penulis muslim yang mampu berdakwah lewat karya-karya sastra terutama pada
generasi muda. Selain itu saya juga ingin menanamkan kembali budaya membaca dan
menulis dikalangan remaja yang saat ini sudah mulai luntur.